https://beacukaipematangsiantar.com/
Uncategorized

Harga Bahan Pokok Naik Jelang Lebaran, Pedagang dan Pembeli Sama-Sama Resah

Menjelang Lebaran, suasana pasar yang biasanya ramai jadi agak berbeda. Bukan cuma penuh orang, tapi juga penuh keluhan. Bukan cuma pembeli yang pusing lihat harga, pedagang pun sama-sama geleng kepala. Harga bahan pokok naik, dan semua orang mulai resah.

Naik Tiap Tahun, Tapi Tetap Bikin Kaget

Sebenernya ini bukan hal baru. Setiap jelang Lebaran, harga kebutuhan pokok memang selalu naik. Tapi anehnya, meski sudah tahu, tetap aja bikin kaget. Ibarat tahu bakal diguyur hujan tapi tetap keluar rumah tanpa payung—tetap aja basah juga.

LINK TRISULA88

Bawang merah, cabai, daging sapi, dan minyak goreng jadi bintang utama kenaikan harga kali ini. Di beberapa pasar tradisional, harga cabai rawit tembus Rp80 ribu per kilo, bawang merah nyaris Rp50 ribu, dan daging sapi udah susah ditemuin di bawah Rp140 ribu. Minyak goreng? Jangan ditanya. Yang kemasan naik, yang curah pun ikut-ikutan.

Pedagang Juga Bingung, Bukan Cuma Pembeli

Banyak yang ngira cuma pembeli yang susah, padahal pedagang juga ikut pusing. “Pembeli ngeluh mahal, tapi kita juga belanjanya udah tinggi dari sananya,” ujar Bu Ani, pedagang sayur di pasar dekat rumah gue.

Dia cerita, tiap subuh harus ke pasar induk buat ambil dagangan. Tapi belakangan ini, modal belanja naik hampir 30 persen. Otomatis dia harus naikin harga jual juga, kalau enggak, bisa rugi. Tapi begitu harga dinaikin, pembeli kabur. Serba salah, kan?

Pembeli Mulai Pilah-Pilih

Di sisi lain, pembeli juga nggak kalah stres. Banyak yang akhirnya beli lebih sedikit dari biasanya. Ada juga yang mulai pilih-pilih barang. Misalnya, biasa beli daging, sekarang ganti ayam. Yang biasa beli cabai rawit, sekarang pakai cabai keriting yang lebih murah.

“Iya, ngirit dulu. Yang penting masakan tetap ada rasa pedasnya, walaupun nggak se-nendang biasanya,” kata Ibu Rini, ibu rumah tangga yang saya temui di pasar.

Gaya belanja berubah. Yang tadinya spontan, sekarang penuh perhitungan. Daftar belanja makin pendek, dan kalkulator di HP makin sering dipakai.

Pemerintah Sudah Turun Tangan, Tapi…

Pemerintah sebenernya nggak tinggal diam. Ada operasi pasar, ada juga himbauan supaya distributor nggak main-mainin harga. Tapi tetap aja, di lapangan, harga masih belum turun.

Kata Pak Wawan, pengelola kios sembako, “Kalau operasi pasar cuma sesekali dan stoknya terbatas, ya nggak ngaruh banyak. Begitu barang murah habis, ya balik lagi beli yang mahal.”

Memang, langkah pemerintah perlu diapresiasi, tapi banyak yang berharap penanganan kayak gini bisa lebih konsisten dan merata. Jangan cuma pas menjelang Lebaran aja baru sibuk.

Harus Gimana?

Kalau ditanya solusi jangka pendek, ya mungkin kita cuma bisa beradaptasi. Belanja seperlunya, pilih bahan makanan alternatif, dan manfaatkan diskon-diskon kalau ada. Tapi untuk jangka panjang, kayaknya perlu ada pembenahan serius dalam distribusi dan pengawasan rantai pasok pangan kita.

Harga naik saat momentum besar seperti Lebaran bisa diprediksi, tapi bukan berarti harus diterima begitu saja. Harus ada strategi yang jelas dari hulu ke hilir. Dari petani, pengepul, hingga pasar, semua perlu diawasi biar nggak ada yang main curang di tengah jalan.

Tetap Semangat Jelang Lebaran

Meski kondisi pasar bikin gerah, semangat Lebaran tetap harus dijaga. Nggak perlu belanja berlebihan. Kadang momen kumpul keluarga bisa tetap hangat walau menu di meja lebih sederhana. Yang penting bukan mahalnya makanan, tapi hangatnya kebersamaan.

Jadi, buat kamu yang lagi pusing ngitung belanja dapur, kamu nggak sendiri. Pedagang juga sama galaunya. Kita semua sedang berjuang menyesuaikan diri. Semoga setelah Lebaran, harga-harga bisa kembali bersahabat, dan pasar jadi tempat yang lebih ramah buat semua.