Epilepsi refrakter, juga dikenal sebagai epilepsi yang resisten terhadap pengobatan, adalah kondisi di mana pasien tidak mencapai kebebasan kejang setelah mencoba dua atau lebih terapi antiepileptik yang sesuai. Kondisi ini menyajikan tantangan besar dalam neurologi, dan penelitian terus-menerus dilakukan untuk mengembangkan terapi baru. Terapi antiepileptik (AED) baru berusaha memperluas opsi pengobatan untuk meningkatkan kontrol kejang dan kualitas hidup bagi pasien dengan epilepsi refrakter.

Terapi Antiepileptik Diperbarui:

  1. Generasi Ketiga AEDs: Obat-obatan seperti lacosamide, levetiracetam, rufinamide, eslicarbazepine, dan perampanel telah ditambahkan ke daftar AED yang tersedia dalam beberapa tahun terakhir. Mereka menawarkan beberapa keuntungan karena memiliki profil efek samping yang lebih baik dan interaksi obat yang lebih rendah.
  2. Cannabidiol (CBD): FDA telah menyetujui penggunaan cannabidiol (Epidiolex) untuk jenis epilepsi tertentu. CBD telah menunjukkan efikasi dalam mengurangi frekuensi kejang untuk sindrom Dravet dan Lennox-Gastaut.
  3. Fenfluramin: Awalnya digunakan sebagai obat penurun berat badan, fenfluramin telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan sindrom Dravet.

Strategi Farmakologis Baru:

  1. Obat dengan Mekanisme Aksi Baru: Pencarian terus dilakukan untuk AED dengan mekanisme aksi yang belum dimanfaatkan, termasuk pengaruh pada sistem imun atau inflamasi yang mungkin terlibat dalam patogenesis epilepsi.
  2. Terapi yang Ditargetkan: Terapi yang ditargetkan berdasarkan genetika dan biomarker dari epilepsi tertentu sedang dalam pengembangan, yang berpotensi menawarkan pengobatan yang lebih personalisasi.
  3. Imunoterapi: Beberapa bentuk epilepsi refrakter mungkin memiliki komponen autoimun, dan imunoterapi sedang dieksplorasi sebagai opsi pengobatan.

Pendekatan Non-Farmakologis:

  1. Stimulasi Saraf Vagus (VNS): Meskipun bukan terapi baru, VNS terus digunakan dan ditingkatkan untuk pengelolaan epilepsi refrakter.
  2. Stimulasi Otak Responsif (RNS): Sistem ini mendeteksi aktivitas kejang dan memberikan stimulasi listrik untuk menghentikan kejang sebelum gejala menjadi nyata.
  3. Stimulasi Saraf Dalam (DBS): DBS mengirimkan pulsa listrik ke area otak tertentu yang bertanggung jawab atas kejang.

Perkembangan dalam Nutrisi dan Diet:

  1. Diet Ketogenik: Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat ini telah digunakan selama beberapa dekade dan terus menjadi modalitas penting dalam pengelolaan epilepsi refrakter, terutama pada anak-anak.
  2. Diet Modifikasi Atkins: Diet ini kurang ketat daripada diet ketogenik dan mungkin lebih mudah diikuti oleh beberapa pasien.
  3. Diet Rendah Indeks Glikemik: Ini adalah pendekatan diet lain yang mungkin membantu dalam pengelolaan epilepsi.

Penelitian Berkelanjutan:
Penelitian sedang berlangsung untuk mengidentifikasi dan mengembangkan terapi baru. Studi klinis sedang dilakukan untuk mengevaluasi keamanan dan efikasi AED generasi mendatang, serta untuk memahami lebih baik bagaimana terapi yang ada dapat dikombinasikan untuk efek sinergis.

Kesimpulan:
Pengelolaan epilepsi refrakter terus berkembang dengan pengenalan AED generasi ketiga, kemajuan dalam terapi yang ditargetkan, dan penggunaan pendekatan non-farmakologis. Cannabidiol telah menjadi tambahan yang berharga untuk arsenal pengobatan, dan kemajuan teknologi seperti RNS dan DBS menawarkan harapan baru. Pendekatan nutrisi tetap menjadi pilar penting dalam pengobatan epilepsi refrakter. Penelitian berkelanjutan sangat penting untuk mengembangkan terapi yang lebih efektif dan personalisasi, dengan tujuan utama memperbaiki kontrol kejang dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

By admin